Garis Batas : Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah



Negeri apa di seberamg sungai sana ? Penduduk desa Afghan setiap hari memandang "keluar negeri" yang hanya selebar sungai jauhnya. Memandangi mobil-mobil melintas, tanpa pernah menikmati rasanya duduk di dalam mobil. Mereka memandangi rumah-rumah cantik bak vila, sementara di dalam ruangan kumuh remang-remang yang terbuat dari batu dan lempung. Mereka memandangi gadis gadis bercelana jins tertawa riang, sementara kaum perempuan mereka sendiri buta huruf dan tak bebas berpergian. Negeri seberang begitu indah, namun hanya fantasi. Fantasi orang-orang yang hidup di seberang garis batas. 





Rumput tetangga selalu lebih hijau. Itulah peribahasa yang ada di benak saya, kala pertama kali menelisik buku ini.  Penduduk Afghanistan memandang negara tetangganya, Tajikistan sebuah negara bekas pecahan Uni Soviet yang seringkali dilupakan orang - orang, terpaksa gigit jari melihat penduduk negara tetangganya yang hanya dibatasi oleh garis selebar sungai, namun terpaut sangat jauh teknologi maupun kemakmuran negaranya.

Negara dengan akhiran -stan, sesungguhnya merupakan bangsa yang sama, hanya saja memiliki etnis yang berbeda (Tajikistan-tanah etnis Tajik, Uzbekistan-tanah etnis Uzbek, dst). Rasisme memang sebuah penyakit mematikan bagi persatuan bagsa.Sebenarnya mereka semua berasal dari negara Turkistan. Dari dulu strategi politik devide et impera memang tak lekang oleh zaman untuk memecah belah bangsa, memperlemah kekuatan mereka, saling berbangga bangga identitas masing masing yang sebetulnya mereka adalah sebangsa.  Contohnya, meraka saling berebut menjadi negara asal para pahlawan-pahlawan nasional, dia dari negaraku dia dari negaraku, semuanya saling mengklaim satu sama lainnya.

Agustinus Wibowo menyadarkan kita, bahwa dalam perjalanan baginya bukan sekedar perjalanan namun juga pembelajaran, ada hikmah yang terselip, ilmu, maupun sudut pandang yang berbeda. Hal inilah yang membedakan penulis dari sekedar "piknik" biasa dengan seorang backpacker sejati.
Penulis tidak hanya menggambarkan tentang keindahan alam yang ditemuinya dalam perjalanannya, namun juga kisah, sejarah, identitas penduduknya, atau pola pikir negara negara yang dilewatinya. Karakter yang dimiliki pun bisa jadi bertolak belakang seperti Uzbekistan yang sangat tidak menyukai Rusia dan menjadikan keturunannya sebagai warga kelas dua hingga Kazakhstan yang bahkan bahasa Rusia lebih populer daripada bahasanya sendiri. Terkadang, mereka berharap kembali lagi ke pangkuan Rusia untuk kehidupan yang lebih aman dan stabil, terkadang mengutuki, lupa kalau jalan jalan disana memang dibangun dengan hasil teknologi Rusia.

Dalam buku ini, penulis juga menuliskan negara negara Asia Tengah dari bobroknya sistem keamanan disana yang dipenuhi oleh tangan tangan polisi perbatasan korup. Penulis telah menguasai beberapa bahasa di sana sehingga lebih mudah untuk beriteraksi. Beberapa hal yang menarik bagi saya adalah kisah tentang Borat, kota yang menjadi ejekan karena film Borat : Cultural Learning of America for Make Benefit Nation of Kazakhstan. Atau tentang betapa sulitnya mencari bensin di Tajikistan, dimana terkadang harga untuk membayar menumpang mobil dibayar dengan bensin, padahal wilayahnya yang cukup bergunung gunung naik turun, membutuhkan waktu beberapa hari jika ditempuh dengan kuda (kendaraan yang merupakan alternatif lain yang masih sering digunakan di Tajikistan).

Penulis sering juga bahkan mencoba "menginap" di peron stasiun di kota Astana, ibu kota Kazakhstan, hingga ditawari tidur gratis bersama penduduk Tajikistan. Hal ini penting karena penulis dapat menggambarkan secara jelas bagaimana sudut pandang kehidupan orang pinggiran di Asia Tengah. Negara Asia Tengah, yang terkenal dengan banyak penduduknya yang beragama muslim, Tajikistan, Uzbekistan, Kazakhstan, Turkmenistan. Namun, nyatanya budaya budaya muslim seperti berpuasa, tidak makan babi, tidak minum alkohol, atau berhijab kurang atau tidak begitu berasa kentalnya budaya Islam disini. Terlebih lagi, negara negara tersebut merupakan negara yang baru saja merdeka dari Uni Soviet yang sering mempropagandakan ajaran komunisme.

Bagaimana dengan pandangan mereka tentang Indonesia ? Ah, sebuah negara yang begitu jauh. Namun bahkan orang Tajikistan yang merupakan negara terpencil teknologinya tahu bahwa Indonesia memiliki empat pulau besar (bandingkan dengan orang Amerika yang bahkan tidak tau ada negara yang bernama Indonesia di dunia ini) atau mata kuliah pelajaran Bahasa Indonesia yang dibuka di salah satu universitas di Uzbekistan.

Jika kamu tipe traveler yang ingin mencari referensi tempat tempat unik di suatu negara. Saya tidak merekomendasikannya untukmu. Buku ini bukan tentang berwisata ke tempat yang cantik berswafoto dan sebagainya. Buku ini adalah tentang bagaimana budaya, bagaimana orang bertahan hidup dengan keadaannya dan tetap sabar.

Perjalanan ke luar negeri merupakan salah satu metode  untuk bisa berempati maupun bersimpati dengan orang lain. Masalah yang dihadapi memang berbeda beda, namun biasanya hanya memiliki satu muara, kemiskinan. Semoga dari perjalanan yang telah kita lewati, kita dapat mengambil segala hikmahnya dan dapat mendewasakan diri kita kelak.

“Perjalanan itu bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu, perjalananmu bukanlah perjalananku.” 

― Paul Theroux

Share:

0 komentar